Meningkatnya jumlah pengguna internet dengan cukup pesat, seiring dengan bertumbuhnya perangkat dan layanan internet ternyata hanya menyisakan jumlah IP Address hingga 232 juta saja. Sisa IP Address yang ada ini diprediksi akan habis dalam kurun 340 hari ke depan.
"Ketika protokol IPv4 dikembangkan 30 tahun yang lalu, tampaknya menjadi upaya yang wajar untuk memberikan alamat yang cukup, mengingat kala itu komputer pribadi tidak benar-benar ada. Ide bahwa telepon selular juga membutuhkan alamat IP kala itu belum terpikirkan. Demikian juga penyematan alamat IP pada perangkat IP dan kulkas, menurut para ahli kala itu dianggap cukup menggelikan," ujar Carrier Relations Manager di perusahaan ISP Internode John Lindsay, seperti dikutip melalui SMH, Senin (26/7/2010).
Sebelumnya, pakar internet juga telah memberitahukan IPv4 yang kritis ini beberapa tahun lalu. Para pakar menyarankan seluruh pelaku internet untuk berpindah ke IPv6, di mana protokol itu menyediakan triliunan alamat IP untuk setiap orang di dunia. Sayangnya, respons pelaku internet hanya pasif. Bahkan mereka enggan berinvestasi untuk pindah ke IPv6. Pasalnya, perpindahan IPv4 ke IPv6 tidak mudah. Semua perangkat yang terkoneksi ke internet harus di konfigurasi ulang atau di-upgrade.
Kepala ilmuwan APNIC Geoff Huston telah memberikan awareness terhadap masalah ini sejak 10 tahun lalu. APNIC sendiri merupakan lembaga yang mengurusi alokasi alamat IP di wilayah Asia Pasifik. "Maraknya penggunaan smartphone, PC dan peralatan yang tersambung ke internet membuat IP Address akan habis dalam kurun kurang dari setahun, lebih cepat 10 tahun ketimbang prediksi sebelumnya," ujar Huston.
Huston mengatakan salah satu hambatan terbesar untuk memecahkan masalahnya hanyalah penambahan jumlah skala, yaitu IPv6 yang menyediakan lebih banyak IP address ketimbang IPv4. Menurut Huston, semua perangkat pada IPv4 akan perlu di-upgrade untuk mendukung IPv6 karena kedua versi ini tidak kompatibel. Konsumen perlu meng-upgrade perangkat lunak pada komputer dan peralatan jaringan, bahkan dalam beberapa kasus, mereka diharuskan membeli perangkat keras yang baru.
Huston mengatakan bahwa, sekali alamat Internet habis maka akan muncul semacam pasar gelap untuk alamat IP dimana akan dibuat layanan-layanan yang memiliki kapasitas tertinggi. Jika terdesak maka pengguna akan membayar berapa saja untuk mendapatkan alamat IP ilegal ini dan hal ini tidak bisa dihindari. "Biaya perpindahan ke IPv6 memang lebih mahal sekarang, namun penundaan langkah tersebut akan membuat biaya yang dikeluarkan akan lebih mahal lagi. Bahkan berlipat-lipat dari kebutuhan saat ini," ujar Huston.
Sebagai ukuran stop-gap, Huston mengatakan ISP akan mulai memaksa beberapa pelanggan dan perangkat untuk berbagi alamat internet tunggal, yang akan mengakibatkan aplikasi web umum berhenti bekerja. Huston menunjuk ke aplikasi web seperti Gmail, Google Maps dan iTunes sebagai contoh dari orang-orang yang akan hancur.
Untungnya, beberapa vendor internet dan perangkat teknologi sudah mulai mengantisipasi perpindahan ke IPv6. OS Windows dan Mac misalnya, keduanya telah mendukung protokol terbaru ini. Demikian pula dnengan iPhone, penyedia layanan internet Google dan Facebook pun telah turut serta mendorong adopsi IPv6.
"Perpindahan IPv4 ke IPv6 hanya sebuah perubahan kecil. Seperti mengganti ban kendaraan anda di jalan untuk bisa terus berjalan lancar ke tempat tujuan. Investasinya memang mahal, makan waktu dan tidak memberikan keuntungan apa-apa. Namun ini merupakan landasan yang penting untuk bisa digunakan hingga beberapa abad ke depan seiring dengan semakin sulitnya mendapatkan alamat IP di era IPv4 ini," ujar ahli teknik Internet Google yang juga 'founding father' Internet, Vint Cerf.
0 Responses to Setahun Lagi, Dunia Kehabisan Alamat IP